mengatakan bahwa nama Kota Meulaboh berasal dari pemberian nama oleh Orang-orang Minang, Menurutnya, ketika Orang Minang itu sampai di Teluk Pasir Karam pendatang dari Minangkabau itu sepakat untuk berlabuh “Disikolah kito berlaboh,” kata mereka. Semenjak itulah Negeri Pasir Karam dikenal dengan nama Meulaboh dari asal kata berlaboh.
Saya meragukan pernyataan tersebut, sebab Meulaboh memang sudah ada sejak abad ke XV sementara itu, para Datuk yang datang ke Meulaboh baru pada abad ke XVIII, ada jarak waktu yang sangat jauh disini. Menurut Saya, Kota Meulaboh itu berasal dari Bahasa Aceh yang umum dipakai di Orang Aceh yang berbahasa Aceh.
Kata Meulaboh berasal dari kata Laboh yang umum digunakan Orang di Aceh, menurut Kamus Aceh-Indonesia yang diterbitkan Pusat Pembinaan Departemen Pendidikan, Lembaga Pengembangan dan Bahasa dan Kebudayaan Tahun 1985 yang disusun oleh Aboe Bakar dan Kawan-kawan mengatakan bahwa kata Laboh dalam bahasa Aceh artinya (verb) membuang, melemparkan, menjatuhkan, jatuh, turun, bergantung rendah: pat ji Laboh pukat? Di manakah mereka berpukat? pakon laboh that tangui ija? Taumanyang bacut! Mengapa Anda memakai kain rendah sekali. Tinggikanlah sedikit. bak jiplueng-plueng ka laboh di aneuk nyan, Ketika berlari-lari, jatuhlan anak itu. Meulaboh, teulaboh : dibuang, diturunkan; meulaboh, teulaboh saoh, Sauh sudah di buang; teungoh ji meulaboh mereka sedang berlabuh.
Penamaan Kota Meulaboh oleh Orang Minang itu perlu dipertanyakan lagi, dengan alasan lain diantaranya, kata Meulaboh, di Aceh Barat banyak, ada Babah Meulaboh, Tanjong Meulaboh, Meulaboh dua (ini malah di Nagan), Krueng Meulaboh, kata itu sama banyak dengan penggunaan kata Padang dalam Desa-desa di Aceh, ada Desa Kuta Padang, Padang Panyang, Padang Sikabu, ini bukan berarti nama itu diberi oleh Orang Padang atau Minang, Ini hampir sama jika Orang Minang mengatakan kalau Colorado diberi nama oleh Orang Padang, Color ado (Apa ada celana Color). Meulaboh, Padang itu ada dari Bahasa Aceh, Meulaboh berasal dari Kata Laboh, Padang berati luas2. Kota Meulaboh sudah ada sejak 402 tahun lalu masa Sultan Syaidil Mukamil, Perang Padri baru terjadi pada abad 18.
Kedatangan para Datuk itu benar adanya tetapi sebenarnya mereka itu orang Aceh dimasa Sultan Iskandar Muda saat Aceh menguasai Sumatera Barat dan para petinggi Aceh di ranah Minang itu, menjadi pemangku adat dan pemerintahan. Peran mereka ini tereduksi karena adanya reformasi yang dilakukan kaum ulama yang terpengaruh dengan paham Wahabi di Arab Saudi.
Kaum Paderi membawa ajaran pembaruan Islam beraliran Wahabi dari Arab. Tiga orang ulama pulang dari mengikuti pendidikan si Arab. Mereka adalah Haji Piobang, Haji Miskin dan Haji Sumanik. Ajaran pembaruan Islam yang dibawa tiga orang haji ini, membuat gundah masyarakat Minangkabau yang waktu itu sudah menganut ajaran Islam, yang disebut beraliran Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Karena terdesak oleh kaum ulama, para datuk itu ingin pulang kampung dan sebagian lagi tidak.
Para Datuk dan romobongannya itu, hidup berbaur dengan masyarakat setempat. Diantara mereka malah ada yang menjadi pemimpin diantaranya: Datuk Machadum Sakti dari Rawa, Datuk Raja Agam dari Luhak Agam. Datuk Raja Alam Song Song Buluh dari Sumpu. Mereka menebas hutan mendirikan pemukiman yang menjadi tiga daerah, Datuk Machdum Sakti membuka negeri di Merbau, kemudian pindah kearah Woyla, Datuk Raja Agam di Ranto Panyang dan Datuk Raja Alam Song Song Buluh di Ujong Kala yang menikah dengan anak salah seorang yang berpengaruh di sana.
Menurut H.M Zainuddin, ketiga Datuk utama tersebut juga memerintahkan warganya untuk membuka ladang, sehingga kehidupan mereka jadi makmur. Ketiga Datuk itu pun kemudian sepakat untuk menghadap raja Aceh, Sultan Mahmud Syah yan dikenal dengan sebutan Sultan Buyung (1830-1839) untuk memperkenalkan diri.
Ketika menghadap Sultan masing-masing Datuk membawakan satu botol mas urai sebagai buah tangan. Mereka meminta kepada raja Aceh agar memberikan batas-batas negeri mereka. Permintaan itu dikabulkan, Raja Alam Song Song Buluh kemudian diangkat menjadi Uleebalang Meulaboh dengan ketentuan wajib mengantar upeti tiap tahun kepada bendahara kerajaan.
Para Datuk itu pun setiap tahun mengantar upeti untuk Sultan Aceh, tapi lama kelamaan mereka merasa keberatan untuk menyetor langsung ke kerajaan, karena itu mereka meminta kepada Sultan Aceh yang baru Sultan Ali Iskandar Syah (1829-1841) untuk menempatkan satu wakil sultan di Meulaboh sebagai penerima upeti. Permintaan ketiga Datuk itu dikabulkan oleh Sulthan, dikirimlah ke sama Teuku Tjiek Lila Perkasa. Wazir Sultan Aceh untuk pemerintahan dan menerima upeti-upeti dari Uleebalang Meulaboh.
Para Datuk itu merasa sangat senang dengan kedatangan utusan Sultan yang ditempatkan sebagai wakilnya di Meulaboh itu. Mereka pun kemudian kembali meminta pada Sultan Aceh untuk mengirim satu wakil sultan yang khusus mengurus masalah perkara adat dan pelanggaran dalam negeri. Permintaan itu juga dikabulkan, Sultan Aceh mengirim kesana Penghulu Sidik Lila Digahara yang menyidik segala hal yang berkaitan dengan pelanggaran undang-undang negeri.
Permintaan itu terus berlanjut. Kepada Sultan Aceh para Datuk itu meminta agar dikirimkan seorang ulama untuk mengatur persoalan nikah, pasahah dan hokum Syariat. Maka dikirimlah ke sana oleh Sultan Aceh Teuku Tjut Din, seorang ulama yang bergelar Almuktasimu-binlah untuk menjadi kadhi Sultan Aceh di Meulaboh, keturunan dari Teuku Tjut Din ini adalah Haji Teuku Alaidinsyah atau H. Tito dan saya sendiri. Kemudian Meulaboh masuk dalam Federasi Kaway XVI karena fedrasi itu dibentuk oleh enam belas Uleebalang, yaitu Uleebalang Tanjong, Ujong Kala, Seunagan, Teuripa, Woyla, Peureumbeu, Gunoeng Meuh, Kuala Meureuboe, Ranto Panyang, Reudeub, Lango Tangkadeuen, Keuntjo, Gume/Mugo, Tadu, serta Seuneu’am, yang diketuai oleh Ule Balang Ujong Kalak.
[sunting] Masa kesultanan Aceh
Wilayah bagian barat Kerajaan Aceh Darussalam mulai dibuka dan dibangun pada abad ke-16 atas prakarsa Sultan Saidil Mukamil (Sultan Aceh yang hidup antara tahun 1588-1604), kemudian dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda (Sultan Aceh yang hidup tahun 1607-1636) dengan mendatangkan orang-orang Aceh Rayeuk dan Pidie.
Daerah ramai pertama adalah di teluk Meulaboh (Pasi Karam) yang diperintah oleh seorang raja yang bergelar Teuku Keujruen Meulaboh, dan Negeri Daya (Kecamatan Jaya) yang pada akhir abad ke-15 telah berdiri sebuah kerajaan dengan rajanya adalah Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah dengan gelar Poteu Meureuhom Daya.
Dari perkembangan selanjutnya, wilayah Aceh Barat diakhir abad ke-17 telah berkembang menjadi beberapa kerajaan kecil yang dipimpin oleh Uleebalang, yaitu : Kluang; Lamno; Kuala Lambeusoe; Kuala Daya; Kuala Unga; Babah Awe; Krueng No; Cara' Mon; Lhok Kruet; Babah Nipah; Lageun; Lhok Geulumpang; Rameue; Lhok Rigaih; Krueng Sabee; Teunom; Panga; Woyla; Bubon; Lhok Bubon; Meulaboh; Seunagan; Tripa; Seuneu'am; Tungkop; Beutong; Pameue; Teupah (Tapah); Simeulue; Salang; Leukon; Sigulai.
[sunting] Silsilah Raja Meulaboh
Raja-raja yang pernah bertahta di kehulu-balangan Kaway XVI hanya dapat dilacak dari T. Tjik Pho Rahman, yang kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama T.Tjik Masaid, yang kemudian diganti oleh anaknya lagi yang bernama T.Tjik Ali dan digantikan anaknya oleh T.Tjik Abah (sementara) dan kemudian diganti oleh T.Tjik Manso yang memiliki tiga orang anak yang tertua menjadi Raja Meulaboh bernama T.Tjik Raja Nagor yang pada tahun 1913 meninggal dunia karena diracun, dan kemudian digantikan oleh adiknya yang bernama Teuku Tjik Ali Akbar, sementara anak T.Tjik Raja Nagor yang bernama Teuku Raja Neh, masih kecil.
Saat Teuku Raja Neh (ayah dari H.T.Rosman. mantan Bupati Aceh Barat) anak dari Teuku Tjik Raja Nagor besar ia menuntut agar kerajaan dikembalikan kepadanya, namun T.Tjik Ali Akbar yang dekat dengan Belanda malah mengfitnah Teuku Raja Neh sakit gila, sehingga menyebabkan T Raja Neh dibuang ke Sabang.
Pada tahun 1942 saat Jepang masuk ke Meulaboh, T.Tjik Ali Akbar dibunuh oleh Jepang bersama dengan Teuku Ben dan pada tahun 1978, mayatnya baru ditemukan di bekas Tangsi Belanda atau sekarang di Asrama tentara Desa Suak Indrapuri, kemudian Meulaboh diperintah para Wedana dan para Bupati dan kemudian pecah menjadi Aceh Selatan, Simeulue, Nagan Raya, Aceh Jaya. (teuku dadek)
Dimasa penjajahan Belanda, melalui suatu perjanjian (Korte Verklaring), diakui bahwa masing-masing Uleebalang dapat menjalankan pemerintahan sendiri (Zelfsbestuur) atau swaparaja (landschap). Oleh Belanda Kerajaan Aceh dibentuk menjadi Gouvernement Atjeh en Onderhorigheden (Gubernemen Aceh dan Daerah Taklukannya) dan selanjutnya dengan dibentuknya Gouvernement Sumatera, Aceh dijadikan Keresidenan yang dibagi atas beberapa wilayah yang disebut afdeeling (propinsi) dan afdeeling dibagi lagi atas beberapa onderafdeeling (kabupaten) dan onderafdeeling dibagi menjadi beberapa landschap (kecamatan).
[sunting] Penjajahan Belanda
Aceh Barat sangat berkaitan dengan sejarah Meulaboh Meulaboh, Ibukota Kabupaten Aceh Barat yang terdiri dari Kecamatan Johan Pahlawan, sebagian Kaway XVI dan sebagian Kecamatan Meureubo adalah salah satu Kota yang paling tua di belahan Aceh bagian Barat dan Selatan. Menurut HM.Zainuddin dalam Bukunya Tarih Atjeh dan Nusantara, Meulaboh dulu dikenal sebagai Negeri Pasir Karam. Nama tersebut kemungkinan ada kaitannya dengan sejarah terjadinya tsunami di Kota Meulaboh pada masa lalu, yang pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi kembali. Meulaboh sudah berumur 402 tahun terhitung dari saat naik tahtanya Sultan Saidil Mukamil (1588-1604), catatan sejarah menunjukan bahwa Meulaboh sudah ada sejak Sultan tersebut berkuasa.
Pada masa Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636), demikian HM.Zainuddin negeri itu ditambah pembangunannya. Di Meulaboh waktu itu dibuka perkebunan merica, tapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri Singkil yang banyak disinggahi kapal dagang untuk mengambil muatan kemenyan dan kapur barus. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Djamalul Alam, Negeri Pasir Karam kembali ditambah pembangunannya dengan pembukaan kebun lada. Untuk mengolah kebun-kebun itu didatangkan orang-orang dari Pidie dan Aceh Besar.
[sunting] Karesidenan Aceh
Seluruh wilayah Keresidenan Aceh dibagi menjadi 4 (empat) afdeeling yang salah satunya adalah Afdeeling Westkust van Atjeh atau Aceh Barat dengan ibukotanya Meulaboh. Afdeeling Westkust van Atjeh (Aceh Barat) merupakan suatu daerah administratif yang meliputi wilayah sepanjang pantai barat Aceh, dari gunung Geurutee sampai daerah Singkil dan kepulauan Simeulue serta dibagi menjadi 6 (enam) . sumber;poros aceh.
Senin, 01 Agustus 2016
ASAL USUL KOTA MEULABOH
Diposting oleh
Poros Aceh
di
06.59
Tags :
News
Related : ASAL USUL KOTA MEULABOH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

GAMES POKER & DOMINO ONLINE TERBESAR DI ASIA
BalasHapusBANDAR Q | DOMINO 99 | ADU Q | BANDAR POKER | POKER | CAPSA SUSUN | SAKONG
MEMBERIKAN BONUS TERBESAR !!
- CASHBACK 0.3%
- REFFERAL 15%
- JACKPOT !!
- MINIMAL DEPOSIT & WITHDRAW 20RB
- BEST SERVER FOR GAMBLING NO ROBOT !
- PLAYER VS PLAYER
- FAST PROSES !
- CS ONLINE 24 JAM
TUNGGU APA LAGI ? AYOO SEGERA BERGABUNG BERSAMA KITA
JANGAN LUPA AJAK TEMAN - TEMANNYA SEKALIAN YAA www(.)JuraganQQ(.)net
- SALAM KAYEEH JURAGANQQ -